tari dan postmodernisme

tari dan postmodernisme

Tarian dan postmodernisme mewakili konvergensi yang menarik dalam bidang seni pertunjukan. Kelompok topik ini akan menyelidiki hubungan antara tari dan postmodernisme dalam konteks studi tari, menyoroti bagaimana prinsip-prinsip postmodernis telah membentuk dan mendefinisikan ulang seni tari.

Konteks Sejarah

Untuk memulai eksplorasi kita, penting untuk memahami konteks sejarah munculnya postmodernisme dan dampaknya terhadap bidang tari. Postmodernisme, sebagai sebuah gerakan budaya, muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai respons terhadap cita-cita modernis yang mendominasi seni dan filsafat. Hal ini menantang gagasan tradisional tentang bentuk, struktur, dan ekspresi artistik, serta menganjurkan pendekatan kreativitas yang lebih inklusif dan beragam.

Gerakan Tari Postmodern

Gerakan tari postmodern yang mendapatkan momentumnya pada tahun 1960-an dan 1970-an berupaya melepaskan diri dari batasan balet klasik dan tari modern. Dipelopori oleh koreografer seperti Merce Cunningham, Trisha Brown, dan Yvonne Rainer, tari postmodern mengutamakan eksperimen, spontanitas, dan penggabungan gerakan sehari-hari ke dalam koreografi.

Penyimpangan dari formalisme dan penerapan gerakan pejalan kaki serta improvisasi menandai penyimpangan yang signifikan dari norma-norma tari tradisional, yang mencerminkan etos postmodernisme.

Dekonstruksi Norma

Salah satu prinsip utama postmodernisme adalah dekonstruksi norma dan konvensi yang sudah ada. Dalam konteks tari, hal ini berarti menantang prasangka mengenai apa yang dimaksud dengan tari yang 'baik' atau 'pantas'. Koreografer dan penari mulai mempertanyakan struktur hierarki dalam dunia tari, membongkar dinamika kekuasaan tradisional antara koreografer, penari, dan penonton.

Selain itu, tari postmodern menekankan demokratisasi gerakan, mengaburkan batas antara penari profesional dan non-profesional, serta menghargai keberagaman tubuh dan kemampuan fisik.

Pengaruh Interdisipliner

Postmodernisme juga memberikan penekanan yang signifikan pada pengaruh interdisipliner dalam tari. Koreografer mulai berkolaborasi dengan seniman dari disiplin lain, seperti seni visual, musik, dan teater, yang menyebabkan munculnya bentuk pertunjukan hibrida yang tidak dapat dikategorikan.

Pendekatan interdisipliner ini tidak hanya memperluas kemungkinan kreatif dalam tari tetapi juga mencerminkan sifat pemikiran postmodernis yang saling berhubungan, yang berupaya menghilangkan batas-batas antara disiplin seni dan mengintegrasikan berbagai cara berekspresi.

Pergeseran Idealisme

Pengaruh postmodernisme terhadap tari juga mendorong perubahan mendasar dalam cita-cita dan tujuan seni tari. Meskipun tari modern sering kali ditujukan untuk kebenaran universal dan narasi besar, tari postmodern mencakup hal-hal yang terfragmentasi, keseharian, dan kontingen.

Pergeseran fokus ini mendorong penari dan koreografer untuk mengeksplorasi tema identitas, politik, dan tubuh dengan cara yang sebelumnya terpinggirkan dalam dunia tari, sehingga membuka jalan baru untuk eksplorasi artistik dan komentar sosial.

Relevansi Kontemporer

Saat ini, dampak postmodernisme terhadap tari terus bergema dalam praktik koreografi kontemporer dan estetika pertunjukan. Prinsip-prinsip postmodernisme telah tertanam dalam struktur pendidikan tari dan produksi seni, mendorong lanskap tari yang lebih inklusif, pluralistik, dan eksperimental.

Seiring berkembangnya studi tari dan seni pertunjukan, dialog antara tari dan postmodernisme tetap menjadi perbincangan yang dinamis dan berkelanjutan, menantang para praktisi dan penonton untuk mengevaluasi kembali gagasan tentang gerakan, perwujudan, dan ekspresi artistik.

Tema
Pertanyaan